Tahukah Anda, 10 Sikap Ini dapat Membuat Istri Menjadi Durhaka Kepada Suaminya
09.25 |
|
Di dalam pernikahan, suami istri haruslah saling menghormati dan saling
memberikan yang terbaik untuk menjaga keutuhan rumah tangga. Istri
adalah pakaian suaminya, demikianpula sebaliknya, suami adalah pakaian
istrinya.
Namun terkadang, baik suami ataupun istri tanpa sadar atau bisa jadi
melakukannya secara sadar, perbuatan-perbuatan yang dapat menyakiti
keduanya, bahkan sudah termasuk ke dalam kategori DURHAKA terhadap
pasangannya, na'udzubillahi mindzalik ...
Berikut 10 Sikap Istri yang sudah termasuk ke dalam kategori DURHAKA terhadap suaminya :
1. Menuntut keluarga yang ideal dan sempurna
Sebelum menikah, kebanyakan wanita membayangkan pernikahan yang begitu
indah. Wajar memang, karena itu merupakan impian setiap wanita. Kehidupan yang sangat romantis layaknya di dalam novel
maupun sinetron-sinetron yang ada. Ia memiliki gambaran yang sangat ideal dari sebuah pernikahan.
Kelelahan yang sangat, cape, masalah keuangan, dan segudang problematika
di dalam sebuah keluarga luput dari gambaran nya.
Akhirnya, ketika ia harus menghadapi situasi yang berbalik darisemua itu, ia tidak siap. Ia
kurang bisa menerima keadaan, hal ini terjadi berlarut-larut, ia selalu
saja menuntut suaminya agar keluarga yang mereka bina sesuai dengan
gambaran ideal yang senantiasa ia impikan sejak muda.
Seorang wanita yang hendak menikah, alangkah baiknya jika ia melihat
lembaga perkawinan dengan pemahaman yang utuh, tidak sepotong-potong,
romantika keluarga beserta problematika yang ada di dalamnya.
2. Nusyus (Tidak Taat Kepada Suami)
Nusyus adalah sikap membangkang, tidak patuh dan tidak taat kepada
suami. Wanita yang melakukan nusyus adalah wanita yang melawan suami,
melanggar perintahnya, tidak taat kepadanya, dan tidak ridha pada
kedudukan yang Allah Subhanahu wa Ta’ala telah tetapkan untuknya.
Adapun sikap Istri yang termasuk Nusyus adalah :
- Menolak ajakan suami ketika mengajaknya ke tempat tidur, dengan terang-terangan maupun secara samar.
- Mengkhianati suami, misalnya dengan menjalin hubungan gelap dengan pria lain.
- Memasukkan seseorang yang tidak disenangi suami ke dalam rumah
- Lalai dalam melayani suami
- Mubazir dan menghambur-hamburkan uang pada yang bukan tempatnya
- Menyakiti suami dengan tutur kata yang buruk, mencela, dan mengejeknya
- Keluar rumah tanpa izin suami
- Menyebarkan dan mencela rahasia-rahasia suami.
Seorang istri shalihah akan senantiasa menempatkan ketaatan kepada
suami di atas segala-galanya. Tentu saja bukan ketaatan dalam
kedurhakaan kepada Allah, karena tidak ada ketaatan dalam maksiat kepada
Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ia akan taat kapan pun, dalam situasi
apapun, senang maupun susah, lapang maupun sempit, suka ataupun duka.
Ketaatan istri seperti ini sangat besar pengaruhnya dalam menumbuhkan
cinta dan memelihara kesetiaan suami.
3. Tidak Suka Terhadap Keluarga suami
Terkadang seorang istri menginginkan agar seluruh perhatian dan kasih sayang sang suami hanya tercurah pada dirinya. Tak boleh sedikit pun waktu dan perhatian diberikan kepada selainnya. Termasuk juga kepada orang tua suami. Padahal, di satu sisi, suami harus berbakti dan memuliakan orang tuanya, terlebih ibunya.
Salah satu bentuknya adalah cemburu terhadap ibu mertuanya. Ia
menganggap ibu mertua sebagai pesaing utama dalam mendapatkan cinta,
perhatian, dan kasih sayang suami. Terkadang, sebagian istri berani
menghina dan melecehkan orang tua suami, bahkan ia tak jarang berusaha
merayu suami untuk berbuat durhaka kepada orang tuanya. Terkadang istri
sengaja mencari-cari kesalahan dan kelemahan orang tua dan keluarga
suami, atau membesar-besarkan suatu masalah, bahkan tak segan untuk
memfitnah keluarga suami.
Ada juga seorang istri yang menuntut suaminya agar lebih menyukai
keluarga istri, ia berusaha menjauhkan suami dari keluarganya dengan
berbagai cara.
Ikatan pernikahan bukan hanya menyatukan dua insan dalam sebuah
lembaga pernikahan, namun juga ‘pernikahan antar keluarga’. Kedua orang
tua suami adalah orang tua istri, keluarga suami adalah keluarga istri,
demikian sebaliknya. Menjalin hubungan baik dengan keluarga suami
merupakan salah satu keharmonisan keluarga. Suami akan merasa tenang dan
bahagia jika istrinya mampu memposisikan dirinya dalam kelurga suami.
Hal ini akan menambah cinta dan kasih sayang suami.
4. Tidak Bisa Menjaga Penampilannya
Terkadang, seorang istri berhias, berdandan, dan mengenakan pakaian yang indah hanya ketika ia keluar rumah, ketika hendak bepergian, menghadiri undangan, ke kantor, mengunjungi saudara maupun teman-temannya, pergi ke tempat perbelanjaan, atau ketika ada acara lainnya di luar rumah. Keadaan ini sungguh berbalik ketika ia di depan suaminya. Ia tidak peduli dengan tubuhnya yang kotor, cukup hanya mengenakan pakaian seadanya: terkadang kotor, lusuh, dan berbau, rambutnya kusut masai, ia juga hanya mencukupkan dengan aroma dapur yang menyengat.
Jika keadaan ini terus menerus dipelihara oleh istri, jangan heran
jika suami tidak betah di rumah, ia lebih suka menghabiskan waktunya di
luar ketimbang di rumah. Semestinya, berhiasnya dia lebih ditujukan
kepada suami Janganlah keindahan yang telah dianugerahkan oleh Allah
diberikan kepada orang lain, padahal suami nya di rumah lebih berhak
untuk itu.
5. Kurang Berterima Kasih
Tidak jarang, seorang suami tidak mampu memenuhi keinginan sang istri.
Apa yang diberikan suami jauh dari apa yang ia harapkan. Ia tidak puas
dengan apa yang diberikan suami, meskipun suaminya sudah berusaha secara
maksimal untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan keinginan-keinginan
istrinya.
Istri kurang bahkan tidak memiliki rasa terima kasih kepada suaminya.
Ia tidak bersyukur atas karunia Allah yang diberikan kepadanya lewat
suaminya. Ia senantiasa merasa sempit dan kekurangan. Sifat qona’ah dan
ridho terhadap apa yang diberikan Allah kepadanya sangat jauh dari
dirinya.
Seorang istri yang shalihah tentunya mampu memahami keterbatasan
kemampuan suami. Ia tidak akan membebani suami dengan sesuatu yang tidak
mampu dilakukan suami. Ia akan berterima kasih dan mensyukuri apa yang
telah diberikan suami. Ia bersyukur atas nikmat yang dikaruniakan Allah
kepadanya, dengan bersyukur, insya Allah, nikmat Allah akan bertambah.
“Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat)
kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya
adzab-Ku sangat pedih.”
6. Mengingkari Kebaikan suami
“Wanita merupakan mayoritas penduduk neraka.” Demikian disampaikan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam setelah shalat gerhana ketika terjadi gerhana matahari.
Ajaib!! wanita sangat dimuliakan di mata Islam, bahkan seorang ibu
memperoleh hak untuk dihormati tiga kali lebih besar ketimbang ayah.
Sosok yang dimuliakan, namun malah menjadi penghuni mayoritas neraka.
Bagaimana ini terjadi?
“Karena kekufuran mereka,” jawab Rasulullah Shallallahu’Alaihi wa
Sallam ketika para sabahat bertanya mengapa hal itu bisa terjadi. Apakah
mereka mengingkari Allah?
Bukan, mereka tidak mengingkari Allah, tapi mereka mengingkari suami
dan kebaikan-kebaikan yang telah diperbuat suaminya. Andaikata seorang
suami berbuat kebaikan sepanjang masa, kemudian seorang istri melihat
sesuatu yang tidak disenanginya dari seorang suami, maka si istri akan
mengatakan bahwa ia tidak melihat kebaikan sedikitpun dari suaminya.
Demikian penjelasan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam
hadits yang diriwayatkan Bukhari (5197).
Mengingkari suami dan kebaikan-kebaikan yang telah dilakukan suami!!
Inilah penyebab banyaknya kaum wanita berada di dalam neraka. Mari
kita lihat diri setiap kita, kita saling introspeksi, apa dan bagaimana
yang telah kita lakukan kepada suami-suami kita?
Jika kita terbebas dari yang demikian, alhamdulillah. Itulah yang kita harapkan. Berita gembira untukmu wahai saudariku.
Namun jika tidak, kita (sering) mengingkari suami, mengingkari
kebaikan-kebaikannya, maka berhati-hatilah dengan apa yang telah
disinyalir oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Bertobat,
satu-satunya pilihan utuk terhindar dari pedihnya siksa neraka. Selama
matahari belum terbit dari barat, atau nafas telah ada di kerongkongan,
masih ada waktu untuk bertobat. Tapi mengapa mesti nanti? Mengapa mesti
menunggu sakaratul maut?
Janganlah engkau katakan besok dan besok wahai saudariku; kejarlah
ajalmu, bukankah engkau tidak tahu kapan engkau akan menemui Robb mu?
“Tidaklah seorang isteri yang menyakiti suaminya di dunia, melainkan
isterinya (di akhirat kelak): bidadari yang menjadi pasangan suaminya
(berkata): “Jangan engkau menyakitinya, kelak kamu dimurkai Allah,
seorang suami begimu hanyalah seorang tamu yang bisa segera berpisah
dengan kamu menuju kami.” (HR. At Tirmidzi, hasan)
Wahai saudariku, mari kita lihat, apa yang telah kita lakukan selama
ini , jangan pernah bosan dan henti untuk introspeksi diri, jangan
sampai apa yang kita lakukan tanpa kita sadari membawa kita kepada
neraka, yang kedahsyatannya tentu sudah Engkau ketahui.
Jika suatu saat, muncul sesuatu yang tidak kita sukai dari suami;
janganlah kita mengingkari dan melupakan semua kebaikan yang telah suami
kita lakukan.
“Maka lihatlah kedudukanmu di sisinya. Sesungguhnya suamimu adalah surga dan nerakamu.” (HR.Ahmad)
7. Mengungkit-Ungkit kebaikan
Setiap orang tentunya memiliki kebaikan, tak terkecuali seorang istri. Yang jadi masalah adalah jika seorang istri menyebut kebaikan-kebaikannya di depan suami dalam rangka mengungkit-ungkit kebaikannya semata.
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala)
sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si
penerima).” [Al Baqarah: 264]
Abu Dzar radhiyallahu’Anhu meriwayatkan, bahwasanya Nabi
Shallallahu’Alaihi wa Sallam bersabda, “Ada tiga kelompok manusia dimana
Allah tidak akan berbicara dan tak akan memandang mereka pada hari
kiamat. Dia tidak mensucikan mereka dan untuk mereka adzab yang pedih.”
Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam mengatakannya sebanyak tiga kali.” Lalu Abu Dzar bertanya,
“Siapakah mereka yang rugi itu, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab,
“Orang yang menjulurkan kain sarungnya ke bawah mata kaki (isbal), orang
yang suka mengungkit-ungkit kebaikannya dan orang yang suka bersumpah
palsu ketika menjual. ” [HR. Muslim]
8. Sibuk di luar rumah
Seorang istri terkadang memiliki banyak kesibukan di luar rumah. Kesibukan ini tidak ada salahnya, asalkan mendapat izin suami dan tidak sampai mengabaikan tugas dan tanggung jawabnya. Jangan sampai aktivitas tersebut melalaikan tanggung jawab nya sebagai seorang istri. Jangan sampai amanah yang sudah dipikulnya terabaikan.
Ketika suami pulang dari mencari nafkah, ia mendapati rumah belum
beres, cucian masih menumpuk, hidangan belum siap, anak-anak belum
mandi, dan lain sebagainya. Jika hni terjadi terus menerus, bisa jadi
suami tidak betah di rumah, ia lebih suka menghabiskan waktunya di luar
atau di kantor.
9. Cemburu buta
Cemburu merupakan tabiat wanita, ia merupakan suatu ekspresi cinta. Dalam batas-batas tertentu, dapat dikatakan wajar bila seorang istri merasa cemburu dan memendam rasa curiga kepada suami yang jarang berada di rumah. Namun jika rasa cemburu ini berlebihan, melampaui batas, tidak mendasar, dan hanya berasal dari praduga; maka rasa cemburu ini dapat berubah menjadi cemburu yang tercela.
Cemburu yang disyariatkan adalah cemburunya istri terhadap suami
karena kemaksiatan yang dilakukannya, misalnya: berzina, mengurangi
hak-hak nya, menzhaliminya, atau lebih mendahulukan istri lain ketimbang
dirinya. Jika terdapat tanda-tanda yang membenarkan hal ini, maka ini
adalah cemburu yang terpuji. Jika hanya dugaan belaka tanpa fakta dan
bukti, maka ini adalah cemburu yang tercela.
Jika kecurigaan istri berlebihan, tidak berdasar pada fakta dan
bukti, cemburu buta, hal ini tentunya akan mengundang kekesalan dan
kejengkelan suami. Ia tidak akan pernah merasa nyaman ketika ada di
rumah. Bahkan, tidak menutup kemungkinan, kejengkelannya akan
dilampiaskan dengan cara melakukan apa yang disangkakan istri kepada
dirinya.
10. Kurang Menjaga Perasaan Suami
Kepekaan suami maupun istri terhadap perasaan pasangannya sangat diperlukan untuk menghindari terjadinya konflik, kesalahpahaman, dan ketersinggungan. Seorang istri hendaknya senantiasa berhati-hati dalam setiap ucapan dan perbuatannya agar tidak menyakiti perasaan suami, ia mampu menjaga lisannya dari kebiasaan mencaci, berkata keras, dan mengkritik dengan cara memojokkan. Istri selalu berusaha untuk menampakkan wajah yang ramah, menyenangkan, tidak bermuka masam, dan menyejukkan ketika dipandang suaminya.